Nyi Ageng Serang (1752-1828)
SK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NO. 094/TK/TAHUN 1974
TANGGAL 13 DESEMBER 1974
Raden Ajeng Kustiah Retno Edi atau yang lebih dikenal dengan nama Nyi Ageng Serang, lahir pada tahun 1752 di desa Serang, sekitar lebih kurang 40 km sebelah utara Solo. Ayahnya adalah seorang Bupati Serang yang kemudian diangkat menjadi Panglima Perang oleh Sultan Hamengkubuwono I. Namun, setelah adanya Perjanjian Gianti tahun 1755, Belanda justru menyerang desa Serang.
Pada saat itu, Nyi Ageng Serang telah dewasa dan ikut berperang menghadapi Belanda. Namun, beliau tertangkap dan dibawa ke Yogyakarta. Setelah itu, beliau dibawa lagi ke Serang.
Nyi Ageng Serang kemudian bergabung dengan pasukan Diponegoro (1825-1830). Pasukan Serang yang tangguh pernah ditugaskan Diponegoro untuk mempertahankan daerah Prambanan.
Ketika itu Nyi Ageng Serang sudah tua, sehingga terpaksa dibawa dengan tandu. Dalam berperang, Nyi Ageng Serang menggunakan teknik "daun lumbu" atau daun keladi hijau. Dimana, para pasukannya berkerudung daun lumbu sehingga dari kejauhan tampak seperti tanaman keladi. Bila ada musuh yang mendekat, pasukan ini akan menyerang habis-habisan.
Nyi Ageng Serang meninggal dalam usia 76 tahun pada tahun 1828. Beliau dimakamkan di desa Beku, Kulon Progo, Yogyakarta.
Sumber:
Said, Julinar dan Wulandari, Triana. 1995. Ensiklopedi Pahlawan Nasional. Jakarta: Sub Direktorat Sejarah Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jendral Kebudayaan.
EmoticonEmoticon